BUGH !!! sepagi ini sudah terdengar
suara berdentum di salah satu koridor kampus. Sebagian mahasiswa mencari sumber
suara, sebagian yang lain acuh tak acuh. Aku termasuk salah satu dari sekian
banyak mahasiswa yang mencari sumber suara. Aku tersenyum dan menggeleng
melihat siapa sumber dari semua kegaduhan sepagi ini.
Melisa, gadis yang biasa kami panggil
dengan sebutan “melas” karena memang mimik wajahnya yang selalu melas. (Entah
dari mana ia mendapat panggilan seperti itu) terlihat mengaduh kesakitan seraya
membereskan bawang eh, barang dagangan, eh, barang-barang yang ia bawa
bersamanya.
Namun, aku melihat semua itu. Aku
melihat satu sosok dengan tubuh tinggi menjulang bak tiang listrik membantunya
merapikan semua barang bawaannya. “HUUUUU……’’ sontak terdengar koor mahasiswa
yang melintas. Hm… aku kembali tersenyum melihat Melisa kikuk di tolong pemuda
itu. Gilang namanya. Yang kutahu, Melisa memang ‘diam-diam suka’ padanya. Haha…
aku tertawa dalam hati. Yah, kuakui walalupun memang si Gilang itu, punya
postur tubuh yang tinggi menjulang, ia juga punya wajah yang oke punya. Punya
otak yang wuiss…. Poko’e, mantap lah.
Dibalik itu semua, ia juga pasti punya
kekurangan yang hanya dia dan Allah yang tau. Maklum, kan dia juga manusia. Manusia
tiada luput dari kesalahan dan kekurangan. Betul ???
Aku mendekati Melisa setelah semua
manusia yang membuat kerumunan ‘membubarkan’ diri tanpa diminta. Dan tampaknya,
Melisa sedikit merasa lega, mungkin sedikit merasa bebas setelah sebelumnya
berdetak kencang tuh jantung. Aku melihat mimik wajahnya. Haha, warnanya merah
kuning hijau sodara sodara macam permen nano-nano yang ramai rasa.
“Ciee…. Yang baru ditolong sama pujaan hati…”
godaku ketika tiba di hadapannya. Yang digodain hanya diam sambil mengulum
senyum. Lucu sekali temanku satu ini. Pipi tembem dan mulut kecilnya membentuk
segitiga.mirip piramida nggak jadi. Hehehe.
“Apaan sih, kamu jangan tambah aku malu
doong!!” katanya . aku semakin jadi
menggodanya.
“Habisnya, mukamu itu looh, nggak kuat
aku ngelihatnya. Gemes.. masa jadi merah kuning ijo begitu. Baru ditolong gitu
ajaaa… udah tambah kesengsem. Gimana kalo di ajak nikah” kataku sambil
menekankan sedikit nada bicara di NIKAH. Wajahnya tambah jadi merah. Aku semakin
terkikik.
“Udah ah, sono ke kelas !” pada
akhirnya, dia berjalan mendahuluiku menuju kelas.
Kami berdua baru saja tiba di kelas
ketika tiba tiba seseorang menyapa kelas
kami dengan suara khas yang cempreng.
“PAGI SEMUA !!!” lalu, sekejap kemudian,
telah muncul di hadapan kami semua sosok gadis kecil dengan ransel putih yang
ukurannyae setengah lebih besar dari ukuran tubuhnya. Ia berjalan menghampiri aku dan
Melisa. Rida.
“Hai, Melas! Apa kabarmu pagi ini ??”
tanpa wajah berdosa, ia menyapa Melisa. Aku hanya geleng geleng kepala. Sebelum
aku meletakkan semua barangku di meja, dia sudah lebih dulu duduk si kursi yang
biasa kutempati.
“Zul, aku duduk sini ya sekarang. Kamu
duduk di sampingnya Hamzah. Aku bosan duduk sampingan sama dia. Aku terkejut.
Kaget mendengar kata kata yang terlontar dari mulutnya yang memang ceriwis itu.
Aku ???? duduk di samping Hamzah ??? apa kata dunia ????
Aku hanya diam terpaku di tempat. Sampai
tidak sadar kalau tangan Melisa melambai lambai di depan mataku.
“Hallaw !! ada orang di sana ??? Rida di
sini.” Perkataan Rida barusan menyadarkan kekalutanku.
“Tapi Da…. Aku nggak biasa.”
“Alaaah… orang cuman duduk doang. Biasa
ajha kali !! Heeeee….. aku curiga neeeeh…..jangan jangan…. Kamu punya rasa lagi
sama dia” Katanya.
“Heh ! sembarangan aja kalo ngomong. Ya
nggak lah, aku kan nggak pernah sekalipun duduk sampingan sama cowok.” Aku
mulai sewot.
“Ya udah, sekali ini aja. Beneran, aku
bosan duduk di sono” katanya seraya memberi isyarat tempat duduk yang berada
tepat di pojok depan kelas. Aku menghela nafas. Ni anak kalau udah punya
kemauan kagak bisa dihalang halangin. Ampe sebel kalo mau nurutin. Masalahnya,
kadang tu permintaan bertolak belakang 180 derajat sama aku.
Aku bersungut sungut pergi meninggalkan
mereka berdua menuju tempat duduk ‘baru’ sementara ku hari ini. Fuuuuuuh…. Masa iya aku harus duduk
sebelahan sama Hamzah??? Nggak banget deeeh. Aku malu… dasar Rida! Tega banget
anak itu. Aku berdo’a dalam hati semoga ‘tetangga’ ku ini nggak turun hari ini.
Please, ya Allah… aku bisa mati kutu kalau duduk di sini. Sama cowok pula.
Fuaaaah !!!
Aku masih sibuk dengan diriku sendiri
sebelum aku sadar seorang sudah duduk di bangku kosong di sebelahku. Oh my to
the God!! Aku menirukan gaya artis di TV. Sedikit menunduk dan melirik ke
kanan. Huaah… aku nggak tau harus berbuat apa. Secara gitu loh. Aku selalu
duduk di samping Melisa atau siapapun teman cewek yang ada di kelas ini. Tapi,
sekarang ?? Ummi…. Tolong anakmu ini !!
“Tumben duduk di sini. Si Rida mana
emangnya ???” dia mulai bertanya. Kepalanya celingukan mencari satu-satunya
teman yang selalu nempel ama aku.
Aduuuh….kenapa pake nanya segala sih
???? aku merasakan keringat dingin mengucur di seluruh badan ku. Aku berusaha
setenang mungkin. Tapi, aku nggak bisa. Aku merasa seluruh tubuhku kaku.
“Ng… Ri… Ridanya, a.. ada di belakang
sa.. sama si Melas, eh… Melisa maksudku” hadeeeh…. Lega banget rasanya bisa
ngomong. Aku memutar mutarkan pulpen di tanganku. Khas kebiasaan kalau aku lagi
gugup berat. Hingga akhirnya, PLUK !! yah, pulpen itu jatuh ke lantai.
“Kamu lucu ya… Nih, pulpennya.” Katanya
seraya memberi kan pulpen ke hadapanku.
Aku tambah malu sodara sodara. Entah
bagaimana pipi tembemku ini berubah menjadi merah merona ditambah merah delima
bercampur merah muda karena MALU. Yang bersangkutan hanya diam dan anteng di
tempat duduknya. Duh… tengsin sodara sodara. Aku berusaha sekali lagi untuk
duduk tenang. Memperbaiki posisi duduk yang sudah mulai sedikit melorot dan
mencong sana sini. Maklum lah, aku kalau duduk nggak pernah bisa diam. Setiap
sepuluh menit, aku harus ganti posisi. Karena yaaa… itu tadi. Aku mudah bosan,
dan mengantuk. Apalagi kalau harus menghadapi mata kuliah sastra dasar pagi
ini.
Satu tulisan besar tau tau sudah ada di
hadapanku. ‘’NGANTUK???” orang itu. Jangan terang terangan gitu juga kali. Aku
menoleh ke arahnya. Dia terlihat duduk tenang. Aku berharap, ini semua cepat
berakhir. Kalau bisa detik ini. Cepat selesai… cepat selesai… cepat selesai…..
Huuuh… benar benar si Rida itu. Aku bisa
mati kutut, eh mati kutu. Jangan lama lama bu dosen.
“Yak, anak anak kita sudahi dulu materi
kita kali ni. Jangan lupa tugas yang baru saja saya bagikan. Pertemuan
berikutnya kita diskusikan bersama. Jangan lupa tugas ini, dikerjakan berdua
dengan teman pasangan kalian” aku
mendesah. Lagi lagi tugas. Kapan lepas dari tugas ???
“Jangan lupa, jangan main ganti
pasangan. Faham ??” lanjut si Ibu Dosen.
“FAHAM.” Layaknya anak SD, seluruh isi
kelas menjawab. Tapi, tunggu dulu. Ini tugas dikrejain berdua ??? yakin ???
Trus, aku kalau gitu kerjain sama ne bocah, gitu ??? Sekali lagi, ngalay-ku
kumat. Oh my to the God !!! Aku merasa tulang sendiku lemas dan meleleh
seketika.
“Kapan neh, mau ngerjain ???” si Hamzah,
tau tau sudah menghadap ke arahku. Aku, reflek gelagapan sodara sodara. Nggak
pernah seumur hidup seorang Hafidzul ngobrol berduaan sama makhluk bernama
laki-laki. Duh, aku ngalay lagi sodara. Kalo emang nggak pernah yaaa… mau di
begimanakan lagi gitu kan ??? So, wajar kalo aku ngalay bin gelagapan kayak
sekarang.
“Tenang, Zul.. Tenang…” Aku berusaha
menenangkan diriku sendiri.
“Kapan kau bisa. Tapi, ngerjakannya
sendiri sendiri aja ya?!” Pintaku tanpa sedikitpun menoleh ke arahnya.
“Memang siapa yang mau ngerjain bareng
??? Aku sudah bagi dua. Nih !” Katanya
seraya meletakkan secarik kertas berisi tugas yang baru saja di beri Bu Lastri
Arian.
“Jangan lupa, tulis tangan bentuk
makalah.” Tambahnya sebelum beranjak pergi dan meninggalkan kelas saat itu
juga. Aku malu sodara sodara. Haish!!
Dikit dikit malu ya ?? Mungkin kalian bosan mendengar kata MALU yang selalu
keluar dari mulutku. Itu wajar. Karena aku mamang pemalu. Hahaha.
Aku melirik ke belakang tempat Rida dan
Melisa duduk bersama. Aku iri pada mereka. nggak perlu bersikap kikuk
sepertiku. Aku masih harus bersabar. Karena, setelah ini, masih ada satu mata
kuliah yang harus kulalui sebelum jam istirahat tiba.
Alat peraga untuk mata kuliah hari ini
sudah disiapkan, layar monitor dan proyektor sudah menyala. Dilihat dari alat
peraga yang disiapkan, sepertinya kali ini bahasanhnya adalah Anatomi. Mata
kuliah terberat setelah Kegawat Daruratan Dasar semester ini.
Aku belum memperkenalkan kampus dan
jurusan yang kutuju. Asal langsung jadi dan beres. Aku sebenernya sedikit tidak
enak untuk menjelaskan secara detail. Sebaiknya nanti kalian semua tanya pada
Rida ataupun Melisa. Mereka lebih tahu tentang kampus ini. Mereka berdua paling
hafal seluk beluk kampus beserta lorong lorongnya. Aku hanya akan memberi tahu
kalian nama, dan juga jurusan yang aku ambil. Namanya adalah
“tiiiiiit………SENSOR…..tiiit” lalu, jurusan yang kuambil, keperawatan. In Syaa
Allah. Oke. Itu aja. Sekian dan terima kasih.
Kembali ke mata kuliah ke dua hari ini.
“Zul, tolong pegang buku besar ya, aku
izin ma_kul ke-dua. Mau pulang. Pamanku meninggal.” Kata Lyez. Si sekrertaris dengan
mata empatnya itu padaku. Aku mengangguk dan menerima buku besara darinya. Ini
sudah menjadi kebiasaanku untuk menggantikan posisi Lyez di saat saat
tersulitnya menjadi sekretaris di kelas kami. Karena, tidak ada seorangpun yang
menandingi kecantikan tulisan Lyez di antara kami. Tapi, bukan berarti dia menitipkan buku besar ini ke
tanganku karena tulisanku menjadi terbagus ke-dua atau sejenisnya. Dia
menitipkannya tak lain dan tak bukan hanya karena aku tidak menjabat untuk
menjadi pengurus di kelas ini. Karena memang kedatanganku yang terlambat waktu
pemilihan organisasi kelas pertama kali.
“Tulisan mu bagus ya ternyata.” Dia yang
berkomentar pertama kali. Hadeh.. malu
saya. Nie orang kayaknya suka banget ya, gangguin orang yang lagi pengen anteng
?? Sejujurnya, aku diam-diam ngerasa adem ayem aja. Malah rasanya sekarang
tambah pengen di becandain. Dasar, childiss. Namun, aku akan selalu menyalahkan
si Rida dan Melisa yang sudah “sengaja” mempertemukanku dengannya.
Rida, kamu kurang kerjaan tau nggak seh
!!! aku berusaha konsentrasi. Dosen sudah masuk ruangan mulai 5 menit tadi, dan
aku masih sibuk menulis laporan di buku beasar. Menulis nama nama siapa saja
yang tidak hadir hari ini.
“Sst.. ssst..” seseorang di belakangku
memanggil. Secarik kertas disodorkan ke tanganku. “Cie.. yang duduk sama Hamzah, So Sweet Banget..” Aku tau itu tulisan
Rida yang khas dengan model yang nggak tau type apaan. Haha.. aku tertawa kecut
dalam hati. Emang bisa gitu ya???? Entahlah.
Nggak tau saya.
Waktu berlalu dengan cepat kali ini.
Mungkin karena aku menikmati mata kuliah ini, entah juga karena aku lumayan
merasa nyaman di sini, entah juga karena aku tidak bosan duduk di sini. Entah
juga karena aku menentramkan diriku. Aku menarik nafas lega. Akhirnya, bisa
bergerak bebas sesuai keinginanku. Bisa jalan jalan keluar menghirup udara
segar setelah empat jam dijejelin dua ilmu yang dijadwalkan untuk hari ini.
Aku masih melamun saat si Hamzah itu
menegurku. “Minta tanda tangan, Neng! Ngelamun aja” Aku tergagap mendengar
perkataannya. Senyum kikuk keluar. Segera aku bergegas ke depan kelas sebelum
beliau keluar. Terima kasih buat Hamzah kuucapkan dalam hati.
“Cie… cie.. cie… yang duduk be duaan
sama Hamzah” tiba tiba, dua makhluk saturnus itu mendekatiku. Mereka dengan
santainya menempati tempat duduk ku dan juga Hamzah. Aku mencari ke seisi
kelas. Si Hamzah sudah tidak di tempat. Lho?? Kenapa aku malah mikirin dia sih
??? Istighfar, Zul istighfar…. Aku mendesah. Hm.. piktor neh sudah.
“Heee…… Ngelamun lagi dia orang Mel!
Mentang mentang dapat kesempatan dalam kesempatan.” Si Rida nyeletuk lagi.
“Apaan sih kalian ini??? Aku lapar, ayo
ke kantin” Aku berusaha mengganti topik supaya mereka tidak lagi mengejekku.
Tapi, usahaku sia sia. Karena, semakin aku meminta mereka untuk pergi, mereka
semakin meledekku dan menatapku.
Aku malu sodara. Malu! Baru kali ini aku
merasa malu di hadapan mereka berdua. Aku bergegas lari buat menyembunyikan
wajahku yang merah merona karena malu dari hadapan mereka berdua. Namun, itu
semua gagal maning ketika melangkah ke luar kelas dan …..
“BRUAGH!!” tanpa sadar, aku menabrak
seorang yang tiba tiba muncul di depan pintu kelas. Aku terduduk dan mengaduh,
yang kutabrak duduk di hadapnku. Menatap wajahku yang sekarang kesakitan. Aku
memejamkan mata menahan sakit yang mendera.
Kurasakan sebuah tepukan lembut di pipi
kiriku. Memanggil namaku. “Zul…. Zul….” Aku membuka mata. Kulihat Rida di
hadapanku kini. Aku mengerjapkan mata. Menyipitkan mata supaya aku bisa melihat
dengan jelas siapa yang sebenarnya di hadapanku. Aku memandang sekitar.
Kudapati, ruangan dengan cat biru langit khas kamarku, dan aku terbaring di
lantai tepat di samping tempat tidurku. Aku mendesah. Ternyata, bukan
kenyataan. Ini cuman mimpi.