muslimah

muslimah
bagus

Selasa, 11 November 2014

It Just a Dream



BUGH !!! sepagi ini sudah terdengar suara berdentum di salah satu koridor kampus. Sebagian mahasiswa mencari sumber suara, sebagian yang lain acuh tak acuh. Aku termasuk salah satu dari sekian banyak mahasiswa yang mencari sumber suara. Aku tersenyum dan menggeleng melihat siapa sumber dari semua kegaduhan sepagi ini.
Melisa, gadis yang biasa kami panggil dengan sebutan “melas” karena memang mimik wajahnya yang selalu melas. (Entah dari mana ia mendapat panggilan seperti itu) terlihat mengaduh kesakitan seraya membereskan bawang eh, barang dagangan, eh, barang-barang yang ia bawa bersamanya.
Namun, aku melihat semua itu. Aku melihat satu sosok dengan tubuh tinggi menjulang bak tiang listrik membantunya merapikan semua barang bawaannya. “HUUUUU……’’ sontak terdengar koor mahasiswa yang melintas. Hm… aku kembali tersenyum melihat Melisa kikuk di tolong pemuda itu. Gilang namanya. Yang kutahu, Melisa memang ‘diam-diam suka’ padanya. Haha… aku tertawa dalam hati. Yah, kuakui walalupun memang si Gilang itu, punya postur tubuh yang tinggi menjulang, ia juga punya wajah yang oke punya. Punya otak yang wuiss…. Poko’e, mantap lah.
Dibalik itu semua, ia juga pasti punya kekurangan yang hanya dia dan Allah yang tau. Maklum, kan dia juga manusia. Manusia tiada luput dari kesalahan dan kekurangan. Betul ???
Aku mendekati Melisa setelah semua manusia yang membuat kerumunan ‘membubarkan’ diri tanpa diminta. Dan tampaknya, Melisa sedikit merasa lega, mungkin sedikit merasa bebas setelah sebelumnya berdetak kencang tuh jantung. Aku melihat mimik wajahnya. Haha, warnanya merah kuning hijau sodara sodara macam permen nano-nano yang ramai rasa.
“Ciee…. Yang baru ditolong sama pujaan hati…” godaku ketika tiba di hadapannya. Yang digodain hanya diam sambil mengulum senyum. Lucu sekali temanku satu ini. Pipi tembem dan mulut kecilnya membentuk segitiga.mirip piramida nggak jadi. Hehehe.
“Apaan sih, kamu jangan tambah aku malu doong!!” katanya . aku  semakin jadi menggodanya.
“Habisnya, mukamu itu looh, nggak kuat aku ngelihatnya. Gemes.. masa jadi merah kuning ijo begitu. Baru ditolong gitu ajaaa… udah tambah kesengsem. Gimana kalo di ajak nikah” kataku sambil menekankan sedikit nada bicara di NIKAH. Wajahnya tambah jadi merah. Aku semakin terkikik.
“Udah ah, sono ke kelas !” pada akhirnya, dia berjalan mendahuluiku menuju kelas.
Kami berdua baru saja tiba di kelas ketika tiba tiba seseorang  menyapa kelas kami dengan suara khas yang cempreng.
“PAGI SEMUA !!!”  lalu, sekejap kemudian, telah muncul di hadapan kami semua sosok gadis kecil dengan ransel putih yang ukurannyae setengah lebih besar dari ukuran  tubuhnya. Ia berjalan menghampiri aku dan Melisa. Rida.  
“Hai, Melas! Apa kabarmu pagi ini ??” tanpa wajah berdosa, ia menyapa Melisa. Aku hanya geleng geleng kepala. Sebelum aku meletakkan semua barangku di meja, dia sudah lebih dulu duduk si kursi yang biasa kutempati.
“Zul, aku duduk sini ya sekarang. Kamu duduk di sampingnya Hamzah. Aku bosan duduk sampingan sama dia. Aku terkejut. Kaget mendengar kata kata yang terlontar dari mulutnya yang memang ceriwis itu. Aku ???? duduk di samping Hamzah ??? apa kata dunia ????
Aku hanya diam terpaku di tempat. Sampai tidak sadar kalau tangan Melisa melambai lambai di depan mataku.
“Hallaw !! ada orang di sana ??? Rida di sini.” Perkataan Rida barusan menyadarkan kekalutanku.
“Tapi Da…. Aku nggak biasa.”
“Alaaah… orang cuman duduk doang. Biasa ajha kali !! Heeeee….. aku curiga neeeeh…..jangan jangan…. Kamu punya rasa lagi sama dia” Katanya.
“Heh ! sembarangan aja kalo ngomong. Ya nggak lah, aku kan nggak pernah sekalipun duduk sampingan sama cowok.” Aku mulai sewot.
“Ya udah, sekali ini aja. Beneran, aku bosan duduk di sono” katanya seraya memberi isyarat tempat duduk yang berada tepat di pojok depan kelas. Aku menghela nafas. Ni anak kalau udah punya kemauan kagak bisa dihalang halangin. Ampe sebel kalo mau nurutin. Masalahnya, kadang tu permintaan bertolak belakang 180 derajat sama aku.
Aku bersungut sungut pergi meninggalkan mereka berdua menuju tempat duduk ‘baru’ sementara ku hari ini. Fuuuuuuh…. Masa iya aku harus duduk sebelahan sama Hamzah??? Nggak banget deeeh. Aku malu… dasar Rida! Tega banget anak itu. Aku berdo’a dalam hati semoga ‘tetangga’ ku ini nggak turun hari ini. Please, ya Allah… aku bisa mati kutu kalau duduk di sini. Sama cowok pula. Fuaaaah !!!
Aku masih sibuk dengan diriku sendiri sebelum aku sadar seorang sudah duduk di bangku kosong di sebelahku. Oh my to the God!! Aku menirukan gaya artis di TV. Sedikit menunduk dan melirik ke kanan. Huaah… aku nggak tau harus berbuat apa. Secara gitu loh. Aku selalu duduk di samping Melisa atau siapapun teman cewek yang ada di kelas ini. Tapi, sekarang ?? Ummi…. Tolong anakmu ini !!
“Tumben duduk di sini. Si Rida mana emangnya ???” dia mulai bertanya. Kepalanya celingukan mencari satu-satunya teman yang selalu nempel ama aku.
Aduuuh….kenapa pake nanya segala sih ???? aku merasakan keringat dingin mengucur di seluruh badan ku. Aku berusaha setenang mungkin. Tapi, aku nggak bisa. Aku merasa seluruh tubuhku kaku.
“Ng… Ri… Ridanya, a.. ada di belakang sa.. sama si Melas, eh… Melisa maksudku” hadeeeh…. Lega banget rasanya bisa ngomong. Aku memutar mutarkan pulpen di tanganku. Khas kebiasaan kalau aku lagi gugup berat. Hingga akhirnya, PLUK !! yah, pulpen itu jatuh ke lantai.
“Kamu lucu ya… Nih, pulpennya.” Katanya seraya memberi kan pulpen ke hadapanku.
Aku tambah malu sodara sodara. Entah bagaimana pipi tembemku ini berubah menjadi merah merona ditambah merah delima bercampur merah muda karena MALU. Yang bersangkutan hanya diam dan anteng di tempat duduknya. Duh… tengsin sodara sodara. Aku berusaha sekali lagi untuk duduk tenang. Memperbaiki posisi duduk yang sudah mulai sedikit melorot dan mencong sana sini. Maklum lah, aku kalau duduk nggak pernah bisa diam. Setiap sepuluh menit, aku harus ganti posisi. Karena yaaa… itu tadi. Aku mudah bosan, dan mengantuk. Apalagi kalau harus menghadapi mata kuliah sastra dasar pagi ini.
Satu tulisan besar tau tau sudah ada di hadapanku. ‘’NGANTUK???” orang itu. Jangan terang terangan gitu juga kali. Aku menoleh ke arahnya. Dia terlihat duduk tenang. Aku berharap, ini semua cepat berakhir. Kalau bisa detik ini. Cepat selesai… cepat selesai… cepat selesai…..
Huuuh… benar benar si Rida itu. Aku bisa mati kutut, eh mati kutu. Jangan lama lama bu dosen.
“Yak, anak anak kita sudahi dulu materi kita kali ni. Jangan lupa tugas yang baru saja saya bagikan. Pertemuan berikutnya kita diskusikan bersama. Jangan lupa tugas ini, dikerjakan berdua dengan  teman pasangan kalian” aku mendesah. Lagi lagi tugas. Kapan lepas dari tugas ???
“Jangan lupa, jangan main ganti pasangan. Faham ??” lanjut si Ibu Dosen.
“FAHAM.” Layaknya anak SD, seluruh isi kelas menjawab. Tapi, tunggu dulu. Ini tugas dikrejain berdua ??? yakin ??? Trus, aku kalau gitu kerjain sama ne bocah, gitu ??? Sekali lagi, ngalay-ku kumat. Oh my to the God !!! Aku merasa tulang sendiku lemas dan meleleh seketika.
“Kapan neh, mau ngerjain ???” si Hamzah, tau tau sudah menghadap ke arahku. Aku, reflek gelagapan sodara sodara. Nggak pernah seumur hidup seorang Hafidzul ngobrol berduaan sama makhluk bernama laki-laki. Duh, aku ngalay lagi sodara. Kalo emang nggak pernah yaaa… mau di begimanakan lagi gitu kan ??? So, wajar kalo aku ngalay bin gelagapan kayak sekarang.
“Tenang, Zul.. Tenang…” Aku berusaha menenangkan diriku sendiri.
“Kapan kau bisa. Tapi, ngerjakannya sendiri sendiri aja ya?!” Pintaku tanpa sedikitpun menoleh ke arahnya.
“Memang siapa yang mau ngerjain bareng ??? Aku sudah bagi  dua. Nih !” Katanya seraya meletakkan secarik kertas berisi tugas yang baru saja di beri Bu Lastri Arian.
“Jangan lupa, tulis tangan bentuk makalah.” Tambahnya sebelum beranjak pergi dan meninggalkan kelas saat itu juga.  Aku malu sodara sodara. Haish!! Dikit dikit malu ya ?? Mungkin kalian bosan mendengar kata MALU yang selalu keluar dari mulutku. Itu wajar. Karena aku mamang pemalu. Hahaha.
Aku melirik ke belakang tempat Rida dan Melisa duduk bersama. Aku iri pada mereka. nggak perlu bersikap kikuk sepertiku. Aku masih harus bersabar. Karena, setelah ini, masih ada satu mata kuliah yang harus kulalui sebelum jam istirahat tiba. 
Alat peraga untuk mata kuliah hari ini sudah disiapkan, layar monitor dan proyektor sudah menyala. Dilihat dari alat peraga yang disiapkan, sepertinya kali ini bahasanhnya adalah Anatomi. Mata kuliah terberat setelah Kegawat Daruratan Dasar semester ini.
Aku belum memperkenalkan kampus dan jurusan yang kutuju. Asal langsung jadi dan beres. Aku sebenernya sedikit tidak enak untuk menjelaskan secara detail. Sebaiknya nanti kalian semua tanya pada Rida ataupun Melisa. Mereka lebih tahu tentang kampus ini. Mereka berdua paling hafal seluk beluk kampus beserta lorong lorongnya. Aku hanya akan memberi tahu kalian nama, dan juga jurusan yang aku ambil. Namanya adalah “tiiiiiit………SENSOR…..tiiit” lalu, jurusan yang kuambil, keperawatan. In Syaa Allah. Oke. Itu aja. Sekian dan terima kasih.
Kembali ke mata kuliah ke dua hari ini.
“Zul, tolong pegang buku besar ya, aku izin ma_kul ke-dua. Mau pulang. Pamanku meninggal.” Kata Lyez. Si sekrertaris dengan mata empatnya itu padaku. Aku mengangguk dan menerima buku besara darinya. Ini sudah menjadi kebiasaanku untuk menggantikan posisi Lyez di saat saat tersulitnya menjadi sekretaris di kelas kami. Karena, tidak ada seorangpun yang menandingi kecantikan tulisan Lyez di antara kami. Tapi, bukan  berarti dia menitipkan buku besar ini ke tanganku karena tulisanku menjadi terbagus ke-dua atau sejenisnya. Dia menitipkannya tak lain dan tak bukan hanya karena aku tidak menjabat untuk menjadi pengurus di kelas ini. Karena memang kedatanganku yang terlambat waktu pemilihan organisasi kelas pertama kali.
“Tulisan mu bagus ya ternyata.” Dia yang berkomentar pertama kali. Hadeh.. malu saya. Nie orang kayaknya suka banget ya, gangguin orang yang lagi pengen anteng ?? Sejujurnya, aku diam-diam ngerasa adem ayem aja. Malah rasanya sekarang tambah pengen di becandain. Dasar, childiss. Namun, aku akan selalu menyalahkan si Rida dan Melisa yang sudah “sengaja” mempertemukanku dengannya.
Rida, kamu kurang kerjaan tau nggak seh !!! aku berusaha konsentrasi. Dosen sudah masuk ruangan mulai 5 menit tadi, dan aku masih sibuk menulis laporan di buku beasar. Menulis nama nama siapa saja yang tidak hadir hari ini.
“Sst.. ssst..” seseorang di belakangku memanggil. Secarik kertas disodorkan ke tanganku. “Cie.. yang duduk sama Hamzah, So Sweet Banget..” Aku tau itu tulisan Rida yang khas dengan model yang nggak tau type apaan. Haha.. aku tertawa kecut dalam hati. Emang bisa gitu ya???? Entahlah. Nggak tau saya.
Waktu berlalu dengan cepat kali ini. Mungkin karena aku menikmati mata kuliah ini, entah juga karena aku lumayan merasa nyaman di sini, entah juga karena aku tidak bosan duduk di sini. Entah juga karena aku menentramkan diriku. Aku menarik nafas lega. Akhirnya, bisa bergerak bebas sesuai keinginanku. Bisa jalan jalan keluar menghirup udara segar setelah empat jam dijejelin dua ilmu yang dijadwalkan untuk hari ini.
Aku masih melamun saat si Hamzah itu menegurku. “Minta tanda tangan, Neng! Ngelamun aja” Aku tergagap mendengar perkataannya. Senyum kikuk keluar. Segera aku bergegas ke depan kelas sebelum beliau keluar. Terima kasih buat Hamzah kuucapkan dalam hati.
“Cie… cie.. cie… yang duduk be duaan sama Hamzah” tiba tiba, dua makhluk saturnus itu mendekatiku. Mereka dengan santainya menempati tempat duduk ku dan juga Hamzah. Aku mencari ke seisi kelas. Si Hamzah sudah tidak di tempat. Lho?? Kenapa aku malah mikirin dia sih ??? Istighfar, Zul istighfar…. Aku mendesah. Hm.. piktor neh sudah.
“Heee…… Ngelamun lagi dia orang Mel! Mentang mentang dapat kesempatan dalam kesempatan.” Si Rida nyeletuk lagi.
“Apaan sih kalian ini??? Aku lapar, ayo ke kantin” Aku berusaha mengganti topik supaya mereka tidak lagi mengejekku. Tapi, usahaku sia sia. Karena, semakin aku meminta mereka untuk pergi, mereka semakin meledekku dan menatapku.
Aku malu sodara. Malu! Baru kali ini aku merasa malu di hadapan mereka berdua. Aku bergegas lari buat menyembunyikan wajahku yang merah merona karena malu dari hadapan mereka berdua. Namun, itu semua gagal maning ketika melangkah ke luar kelas dan …..
“BRUAGH!!” tanpa sadar, aku menabrak seorang yang tiba tiba muncul di depan pintu kelas. Aku terduduk dan mengaduh, yang kutabrak duduk di hadapnku. Menatap wajahku yang sekarang kesakitan. Aku memejamkan mata menahan sakit yang mendera.
Kurasakan sebuah tepukan lembut di pipi kiriku. Memanggil namaku. “Zul…. Zul….” Aku membuka mata. Kulihat Rida di hadapanku kini. Aku mengerjapkan mata. Menyipitkan mata supaya aku bisa melihat dengan jelas siapa yang sebenarnya di hadapanku. Aku memandang sekitar. Kudapati, ruangan dengan cat biru langit khas kamarku, dan aku terbaring di lantai tepat di samping tempat tidurku. Aku mendesah. Ternyata, bukan kenyataan. Ini cuman mimpi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar